Kitab Roma merupakan salah satu kitab tulisan Paulus yang banyak mengajar tentang doktrin-doktrin dasar Kekristenan.  Namun kitab Roma juga menjelaskan prinsip hidup orang Kristen.  Dalam Roma 12:1-2, Paulus mengatakan :

“Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasehatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati.  Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: Apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.”

Dalam ayat itu Paulus menekankan supaya orang Kristen itu melakukan ibadah yang sejati yaitu supaya orang Kristen  mempersembahkan tubuh sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah.  Konsep Paulus tentang mempersembahkan tubuh ini mirip dengan konsep dalam Perjanjian Lama tentang mempersembahkan korban.   Namun bedanya, kalau dalam Perjanjian Lama yang dikurbankan berasal dari luar diri mereka sedang dalam konsep Paulus yang dikurbankan berasal dari dalam diri orang yang mempersembahkan kurban.[1]

Ajaran paulus dalam Roma 12:1-2 ini penting sebab ajaran ini mengajarkan tentang dasar prinsip hidup Kekristenan.  Bahwa pada dasarnya setelah orang Kristen diselamatkan maka orang itu harus mempersembahkan tubuhnya sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah sebagai ibadahnya yang sejati.

 

OBSERVASI   KONTEKS

ROMA 12:1-2

  1. Pengertian Ibadah Yang Sejati.

Ibadah yang sejati adalah ibadah yang benar dihadapan Allah[2]  Ibadah yang sesuai dengan kehendak Allah.  Ibadah ini bukan sekedar rutinitas seperti kebiasaan orang Yahudi. Ibadah ini adalah penyerahan diri kepada Allah secara batiniah, bukan penyerahan diri kepada tata cara (bnd. 1 Petr. 2:5). Oleh karena itu ibadah yang sejati tidak seperti kebaktian Yahudi yang menuruti hal-hal lahiriah sekitar rumah Allah tetapi penyerahan hidup kepada Allah.[3]

  1. Latar Belakang Historis

Surat Roma merupakan surat Paulus yang ditulis oleh Paulus pada akhir perjalanan misinya yang ketiga, saat tinggal di Korintus di rumah Gayus (Rom. 16:23) yaitu antara tahun 55 – 57 M.[4]  Surat ini ditujukan kepada jemaat Roma.  Jemaat Roma merupakan jemaat campuran antara orang-orang Yahudi dan orang non Yahudi. Secara rohani, jemaat Roma bukanlah jemaat baru sebab ada kemungkinan jemaat ini  didirikan oleh pendatang-pendatang dari Roma yang percaya kepada Kristus di Bait Allah pada hari Pentakosta (Kis. 2:10)[5]  Namun jemaat Roma masih memerlukan pengajaran yang benar yang dapat menguatkan iman kepercayaan mereka di tengah-tengah bangsa yang sesat.  Jemaat Roma memerlukan makanan rohani yang sehat, untuk pertumbuhan rohaninya.  Oleh karena itu Paulus mengirim surat Roma, untuk mengajar jemaat tentang doktrin-doktrin Kekristenan yang benar dan pengajaran praktika yaitu tentang bagaimana hidup orang yang telah diselamatkan oleh Tuhan.

III. Pembagian Teks

Secara umum Baxter membagi kitab Roma menjadi  tiga bagian penting yaitu :

  1. Doktrin : Cara Injil menyelamatkan orang berdosa  (psl. 1 – 8).
  2. Kebangsaan : Cara Injil bersangkutan dengan Orang Israel (psl. 9 – 11)
  3. Praktek : Cara Injil mempengaruhi kelakuan (psl. 12 – 16).[6]
  4. Hubungan Konteks

Dari pembagian teks diatas jelas  bahwa untuk dapat mengerti Roma 12:1-2, perlu untuk memperhatikan konteks teks.  Sebab Roma 12:1-2 sangat terkait dengan ayat-ayat sebelum dan sesudahnya.  Pada pasal 1- 11 sebenarnya Paulus sedang menjelaskan tentang doktrin dasar Kekristenan yaitu tentang Injil.  Dimana Paulus menjelaskan bahwa semua orang telah jatuh dalam dosa dan upah dosa adalah maut. Supaya tidak jatuh dalam maut, Allah memberikan jalan keselamatan yaitu Injil.  Barang siapa percaya Yesus pasti selamat.  Setelah menjelaskan tentang Injil, Paulus kemudian menjelaskan tentang bagaimana hidup orang percaya yang telah diselamatkan oleh Injil Allah.  Pasal 12 – 16 menjelaskan cara hidup orang percaya yang sudah diselamatkan.  Bagaimana Injil itu mempengaruhi kehidupan orang percaya.  Khususnya pasal 12:1-2 Paulus menasehatkan jemaat untuk mempersembahkan tubuhnya sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan berkenan sebagai ibadah yang sejati.

 

EKSPOSISI ROMA 12:1-2

IBADAH YANG SEJATI

  1. Apa itu Ibadah yang Sejati

Dalm ayat 1 Paulus menjelaskan tentang ibadah yang sejati.  Ayat 1c dijelaskan “ … : itu adalah ibadahmu yang sejati”.  Kata “ibadah” dari bahasa Yunani latreian   ( Noun Feminime Singular Accusative) artinya : penyembahan, ibadah. Kata latreia ini memiliki konsep yang sama dengan kata ‘avoda dalam bahasa Ibrani artinya pelayanan.  Konsep kata ini sebenarnya menunjuk kepada pekerjaan budak atau hamba upahan.  Dimana mereka harus melayani tuannya[7].  Oleh karena itu kata “ibadah” ayat 1 ini menunjuk kepada bentuk pelayanan umat kepada Tuhan dimana pelayanan itu dilakukan dengan sepenuh hati seperti seorang budak melayani tuannya.  Kata “yang sejati” dari bahasa Yunani logikhn (Adjective Feminime Singular Accusative no degree) artinya yang sejati, rasional/masuk akal, rohani.  Beberapa ahli menafsirkan kata itu sendiri-sendiri.    Hagelberg menafsirkan kata “sejati” demgam arti  masuk akal.  Sehingga ibadah yang sejati adalah ibadah yang masuk akal.  Artinya penyerahan anggota tubuh sebagai persembahan kepada Tuhan itu adalah ibadah yang masuk akal.[8]  Sedangkan Tafsiran Alkitab  Masa Kini, menafsirkan kata sejati itu dengan arti rohani.  Ini untuk membedakan dengan korban binatang.  Sehingga ibadah yang sejati yaitu ibadah yang berupa penyerahan diri yang meliputi badan dan roh kepada Allah untuk dipakai sebagai alatNya.[9]

Jadi ibadah yang sejati yaitu pelayanan orang percaya kepada Allah yang dilakukan dengan sepenuh hati, jiwa dan roh. Yang diwujudkan dengan penyerahan diri untuk dipakai sebagai alatnya.  Itulah ibadah yang harus dikerjakan oleh orang percaya yang telah diselamatkan.

  1. Dasar Ibadah yang Sejati

Dalam ayat 1 dijelaskan “ Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasehatkan kamu, …”   Bagian ayat ini merupakan ayat kunci yang menjelaskan dasar dari ibadah yang sejati.  Dimana dasar dari ibadah yang sejati adalah kemurahan Allah.  Kata “kemurahan” berasal dari bahasa Yunani oiktirmwn (Noun Masculin Plural Genitive) artinya belas kasihan.  Dalam pengertian umum, belas kasihan itu dapat diartikan kasih sayang.  Pengertian kasih sayang yaitu belas kasih atasan kepada bawahan, yang sama sekali bawahan itu tidak layak menerimanya.[10]  Hal ini sesuai dengan isi kitab Roma, dimana dalam kitab ini dijelaskan bahwa manusia itu telah jatuh dalam dosa. Manusia yang berdosa layaknya dihukum.  Tetapi karena belas kasihan  Allah (kemurahan Allah), Allah menunjukkan kasihNya dengan rela mati diatas kayu salib untuk menyelamatkan manusia yang berdosa, yang sebenarnya tidak layak untuk dikasihi dan diselamatkanNya.   Kemurahan hati Allah inilah yang menjadi dasar yang kuat untuk orang percaya melakukan ibadah yang sejati yaitu mempersembahkan tubuh dan hidupnya untuk Allah.

  1. Apakah Ibadah yang Sejati itu Keharusan ?

Frase “… demi kemurahan Allah aku menasehatkan…”  ini merupakan dasar dan dorongan nasehat Paulus.  Hagelberg menjelaskan

Inilah ( … demi kemurahan Allah aku menasehatkan…) dasar motivasi dan dorongan yang bersifat Kristiani.  Diluar Kristus orang mendorong  dengan ancaman, terutama ancaman hukuman kekal.  Yang lain mendorong pengikutnya dengan kuasa kebencian, tetapi Allah kita mendorong kita dengan kuasa kasih.[11]

Melalui frase ini sepertinya Paulus ingin menunjukkan bahwa nasehatnya itu bukan nasehat biasa tetapi nasehat itu begitu penting sebab didasari oleh kemurahan hati Allah.  Kata “menasehati” berasal dari bahasa Yunani parakalw (V1Singular Present Active Indicative) artinya meminta dengan sangat, menasehatkan secara mendesak dengan otoritas, menghibur.  Hagelberg menjelaskan pemakaian istilah menasehatkan dalam ayat ini tidak berarti bahwa ini hanya bersifat nasehat untuk dipertimbangkan.  Istilah ini menunjuk pada suatu panggilan pada ketaatan yang berakar dalam Injil Kristus sehingga nasehat yangh dimaksudkan mempunyai wibawa yang sangat kuat.[12]  Dari penjelasan diatas jelas bahwa ibadah yang sejati merupakan keharusan bagi orang percaya.

  1. Pelaksanaan Ibadah yang Sejati.

Frase “ … supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: …”  Frase ini menjelaskan bahwa wujud dari ibadah yang sejati yaitu mempersembahkan tubuh.  Kata “mempersembahkan” berasal dari kata Bahasa Yunani parasthsai ( Verb – Aorist Active Infinitive –)  artinya  mempersembahkan, menyerahkan. Istilah mempersembahkan ini berlatar belakang dari Perjanjian Lama yaitu orang Yahudi yang mempersembahkan korban kepada Allah.  Pemakaian bentuk aorist active infinitive ini menegaskan bahwa persembahan itu telah dilakukan dan akan terus dilakukan.  Artinya persembahan itu sekali untuk selamanya.  Wiersbe menjelaskan kata mempersembahkan itu menuntut suatu penyerahan tubuh yang pasti kepada Allah, sama seperti pengantin pria dan wanita dalam kebaktian pernikahan menyerahkan diri satu kepada yang lain. Jadi penyerahan ini sekali untuk selamanya.[13]

Kata “tubuh” berasal dari bahasa Yunani swmata (Noun Neuter Plural Accusative) artinya  tubuh-tubuh.  Nasehat untuk mempersembahkan tubuh ini menarik.  Dalam konteks waktu itu, banyak orang beranggapan bahwa tubuh jasmani atau daging  ini jahat.  Namun Paulus menasehatkan supaya orang percaya mempersembahkan tubuh jasmani atau dagingnya kepada Allah.[14]  Jadi tubuh ini menunjuk pada tubuh jasmani atau daging.  Dan tubuh itulah yang dipersembahkan kepada Allah sebagai persembahan yang hidup.  Memang sebelum percaya Yesus, manusia menyerahkan tubuhnya untuk dipakai sebagai sejata kelaliman tetapi setelah percaya Yesus menyerahkan tubuhnya untuk dipakai sebagai senjata kebenaran (Rom. 6:13). Dari penjelasan itu nyata bahwa saat orang percaya mempersembahkan tubuhnya maka itu juga  menunjuk kepada seluruh eksistensi hidup manusia.[15]

Frase “sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah”.   Kata “persembahan” dari bahasa Yunani qusian (Noun Feminime Singular Accusative) artinya kurban.  Kata ini menegaskan bahwa tubuh merupakan kurban yang dipersembahkan oleh orang percaya kepada Allah.  Seperti orang zaman Perjanjian Lama mempersembahkan kurban binatang, orang zaman Perjanjian Baru mempersembahkan kurban tubuhnya sendiri.

Kata “yang hidup” berasal dari Bahasa Yunani zwsan (Verb—Plural Aorist Pasive Feminime Singular Accusative) artinya  hidup. Sebenarnya dalam bahasa Yunani ada dua kata yang dapat diterjemahkan hidup yaitu bios dan zoe.  Kata bios artinya hidup  atau kehidupan, menunjuk pada pertumbuhan hidup.  Sedangkan kata zoe artinya hidup, menunjuk pada kehidupan setelah kematian.[16]  Jadi pemakaian kata zwsan ini menjelaskan  bahwa persembahan yang hidup itu menjelaskan bahwa tubuh yang dipersembahkan itu dulunya mati yaitu mati dalam dosa.  Namun telah dihidupkan kembali oleh Kristus.  Hagelberg menjelaskan dalam ibadah Perjanjian Lama tubuh-tubuh binatang yang hidup dimatikan untuk dipersembahkan di mezbah Tuhan, sedangkan dalam ibadah Perjanjian Baru, tubuh-tubuh yang mati dipersembahkan sebagai persembahan yang hidup oleh kuasa Roh Allah.  Dalam Kristus, tubuh manusia yang mati dihidupkanNya dan itu menjadi persembahan bagi Allah.[17]  Pemakaian bentuk Verb—Plural Aorist Pasive Feminime Singular Accusative ini menegaskan tentang esensi kata hidup dimana hidup ini menunjukkan bahwa tubuh yang dipersembahkan itu telah dihidupkan (bentuk aorist passive) oleh kuasa Allah.

Kata “yang kudus” berasal dari bahasa Yunani agian (Adjective Feminime Singular Accusative no degree) artinya  kudus sedangkan kata “yang berkenan” berasal dari bahasa Yunani euareston (Adjective Feminime Singular Accusative  no degree) artinya menyenangkan.  Kedua kata ini menjelaskan tentang tubuh yang hidup yang dipersembahkan kepada Allah.  Dalam Roma psl 7 dan 8 dijelaskan bahwa saat orang percaya Yesus maka orang itu sudah dikuduskan oleh Tuhan dan itu berkenan dihadapan Tuhan.  Jadi ibadah yang sejati yaitu mempersembahkan tubuh yang hidup, yang kudus dan berkenan kepada Allah.

  1. Transformasi dari Ibadah yang Sejati.

Dalam ayat 2 dijelaskan “ Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.”  Ayat ini merupakan sikap yang harus diambil oleh orang percaya yang telah melakukan ibadah yang sejati.  Kata “janganlah” berasal dari bahasa Yunani mh (Particel Negative).  Kata ini bersifat larangan, namun sebenarnya didalamnya juga mengandung unsur nasehat yaitu supaya orang percaya di Roma jangan menjadi serupa dengan dunia….

Frase “ … kamu menjadi serupa dengan dunia ini…” .  Kata “kamu menjadi serupa” berasal dari bahasa Yunani suschmatixesqe (V2 Plural Present Passive Imperative) artinya kamu dijadikan serupa.  Dari kata ini mengindikasikan bahwa dunia dan sifat kedagingan kita selalu menyeret kita untuk menjadi sama dengan dunia. Atau hidup tetap sama dengan  orang dunia.  Dan dalam ayat ini Paulus melarangnya.  Pemakaian bentuk present imperative ini menegaskan bahwa pada saat itu, saat membaca surat, Paulus melalui surat itu memerintahkan supaya orang percaya di Roma jangan tetap menjadi serupa dengan dunia.[18]

Frase ..” tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu…”  Frase ini merupakan sikap yang harus dikerjakan orang percaya.  Dimana orang percaya dilarang tetap menjadi serupa dengan dunia ini tetapi orang percaya harus berubah oleh pembaharuan budi.  Kata “berubahlah” berasal dari bahasa Yunani metamorfousqe (V2 Plural Present Passive Imperative) artinya diubah.  Pemakaian bentuk passive menjelaskan bahwa berubah itu bukan usaha manusia namun karya Roh Kudus.  Dimana setelah orang percaya Yesus, hidupnya harus selalu diubahkan oleh karya Roh Kudus dan hasilnya nampak melalui pembaharuan pikiran yang terjadi dalam hidup orang percaya.

Pembaharuan budi ini penting bagi orang percaya sebab  dengan terjadinya pembaharuan budi maka orang percaya dapat membedakan manakah kehendak Allah:  apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.

Jadi saat orang percaya melakukan ibadah yang sejati yaitu mempersembahkan tubuh sebagai persembahan yang hidup’ yang kudus dan yang berkenan kepada Allah maka akan terjadi transformasi dalam hidup orang percaya tersebut.  Dimana orang percaya tersebut tidak lagi hidup serupa dengan dunia ini tetapi diubahkan Tuhan oleh pembaharuan budi sehingga hidupnya berkenan kepada Allah.  Sebab saat orang percaya diubahkan oleh pembaharuan budi maka orang tersebut dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.

 

PENERAPAN

Dalam kehidupan sehari-hari penerapan dari ibadah yang sejati ini harus nyata.  Orang percaya dituntut untuk hidup  benar yaitu mempersembahkan tubuhnya sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah sehingga akhirnya dapat dipakai Allah secara luar biasa.

  1. Hubungan Ibadah Sejati dengan Allah.

Setelah mempersembahkan dirinya kepada Allah, orang percaya memiliki hubungan yang baru dengan Allah.  Dimana orang percaya adalah Hamba Allah.  Orang percaya bertanggung jawab untuk melayani Allah dengan sepenuh hati.  Hidupnya tidak lagi diikat kuasa dosa tapi sudah dibebaskan dari belenggu dosa dan dimerdekakan untuk Kristus.

  1. Hubungan Ibadah Sejati dengan Sesama Manusia.

Setiap orang percaya yang telah mempersembahkan hidupnya diubahkan oleh Allah menjadi baru untuk dijadikan alatnya.  Perubahan itu nyata saat pembaharuan budi yang dikerjakan oleh Roh Kudus nyata dalam hidup orang percaya.  Sebab saat terjadi pembaharuan budi, pola pikir dan perilaku orang percaya tidak lagi menuruti keinginan dagingnya tapi menuruti keinginan Allah.  Oleh karena itu orang percaya yang diubahkan akan hidup dalam kasih sebagai buah penyerahannya kepada Allah (Rom. 12:9-21).

  1. Hubungan Ibadah Sejati dengan Gereja

Saat orang mempersembahkan hidupnya, ia terikat dengan Kristus.  Ia menjadi satu tubuh dalam Kristus dengan kepalanya yaitu Yesus.  Sebagai bagian dalam tubuh Kristus, setiap orang percaya dituntut untuk saling melayani sesuai dengan karunia yang diberikan oleh Yesus (Rom. 12:3-8).  Dan sebagai tubuh Kristus, orang percaya harus saling menerima satu dengan yang lain tanpa harus mempercakapkan kelemahan masing-masing.  Setiap orang tidak boleh pilih kasih sebab dihadapan Tuhan semua orang itu sama (Rom. 14:1-12).  Selain itu orang percaya tidak boleh menjadi batu sandungan bagi orang percaya lainnya, tapi biarlah setiap orang percaya menjadi berkat bagi sesama (Rom. 14:13-23).  Selain itu orang percaya harus saling menguatkan, khususnya yang kuat imannya menguatkan orang percaya yang lemah imannya sehingga mereka bertumbuh dalam imannya kepada Kristus (Rom. 15:1-13).

  1. Hubungan Ibadah Sejati dengan Pemerintah.

Saat orang percaya menyerahkan hidupnya kepada Kristus, ia adalah warga kerajaan surga. Namun selama masih hidup di dunia, orang percaya juga warga kerajaan dunia.  Mana yang harus dituruti ? Paulus menjelaskan bahwa pemerintahan itu berasal dari Allah, ditetapkan oleh Allah.  Barangsiapa melawan pemerintah, ia melawan ketetapan Allah dan siapa yang melakukannya akan mendatangkan hukuman atas dirinya (Rom. 13:1-2).  Paulus menambahkan pemerintahan itu adalah hamba Allah.  Pemerintah adalah hamba Allah untuk membalaskan murka Allah atas mereka yang berbuat jahat (Rom. 13:4).  Dari penjelasan Paulus ini jelas bahwa saat orang percaya  menyerahkan hidupnya pada Kristus maka, ia harus takluk pada pemerintah (Rom. 13:1) sebab pemerintah adalah hamba Allah di dunia.

 

PENUTUP

Setiap orang percaya dituntut untuk melakukan ibadah yang sejati.  Ibadah ini merupakan respon atas kemurahan Allah.  Dimana Allah yang suci rela turun ke dunia untuk menyelamatkan manusia yang berdosa.  Semuanya ini dilakukan Allah karena kasihNya yang besar terhadap manusia berdosa yang sebenarnya tidak layak untuk dikasihi.  Orang percaya yang sudah diselamatkan selayaknya untuk melakukan ibadah yang sejati yaitu mempersembahkan tubuhnya sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan berkenan kepada Allah sehingga dapat dipakai Allah secara baik di dunia ini yaitu menjadi berkat bagi semua orang baik orang percaya maupun orang tidak percaya.

 

 

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Baxter Sidlow J.  Menggali Isi Alkitab: Roma s/d Wahyu.  Jakarta:  Yayasan Komunikasi Bina Kasih.  1988

End Van Den   Tafsiran Alkitab Surat Roma.  Jakarta:  BPK Gunung Mulia.  2003.

Ensiklopedi Alkitab Masa Kini: A-L.  Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih.  Jilid 1. 2002.

Hagelberg  Dave.  Tafsiran Roma.  Bandung: Yayasan kalam Hidup.  1998.

Tafsiran Alkitab Masa Kini 3 : Matius – Wahyu.  Jakarta:  Yayasan Komunikasi Bina Kasih.  1996.  Hlm. 455.

Tenney Merrill C.  Survei Perjanjian Baru.  Malang:  Gandun Mas.  1992

The Wycliffe Bible Commentary.  Malang: Gandum Mas.  2001

Wiersbe Warren W.  Benar Didalam Kristus.  Bandung:  Yayasan Kalam Hidup.  2000.

           

            [1] The Wycliffe Bible Commentary.  Malang: Gandum Mas.  2001.  Hlm. 581

            [2] Wiersbe Warren W.  Benar Didalam Kristus.  Bandung:  Yayasan Kalam Hidup.  2000.   Hlm. 135.

            [3] Tafsiran Alkitab Masa Kini 3 : Matius – Wahyu.  Jakarta:  Yayasan Komunikasi Bina Kasih.  1996.  Hlm. 455.

            [4] Hagelberg Dave.  Tafsiran Roma.  Bandung:  Yayasan kalam Hidup.  1998.  Hlm. 6.

            [5] Tenney Merrill C.  Survei Perjanjian Baru.  Malang:  Gandun Mas.  1992.    Hlm. 373

            [6] Baxter Sidlow J.  Menggali Isi Alkitab: Roma s/d Wahyu.  Jakarta:  Yayasan Komunikasi Bina Kasih.  1988.    Hlm. 23.

            [7] Ensiklopedi Alkitab Masa Kini: A-L.  Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih.  Jilid 1. 2002. Hlm. 409

            [8] Hagelberg Dave.  Tafsiran Roma.  Bandung:  Yayasan kalam Hidup.  1998.  Hlm. 236

            [9] Tafsiran Alkitab Masa Kini 3 : Matius – Wahyu.  Jakarta:  Yayasan Komunikasi Bina Kasih.  1996.  Hlm. 455

            [10] Ensiklopedi Alkitab Masa Kini: A-L.  Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih.  Jilid 1. 2002..  Hlm. 528

            [11] Hagelberg Dave.  Tafsiran Roma.  Bandung:  Yayasan kalam Hidup.  1998.  Hlm. 234-235.

            [12] Ibid.  Hlm. 235

            [13] Wiersbe Warren W.  Benar Didalam Kristus.  Bandung:  Yayasan Kalam Hidup.  2000.  Hlm. 136-137

            [14] Tafsiran Alkitab Masa Kini 3 : Matius – Wahyu.  Jakarta:  Yayasan Komunikasi Bina Kasih.  199.  Hlm. 455.

            [15] End Van Den   Tafsiran Alkitab Surat Roma.  Jakarta:  BPK Gunung Mulia.  2003.   Hlm. 653.

            [16] Ensiklopedi Alkitab Masa Kini: A-L.  Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih.  Jilid 1. 2002.  Hlm. 388

            [17] Hagelberg Dave.  Tafsiran Roma.  Bandung:  Yayasan kalam Hidup.  1998.  Hlm.  235-236

            [18] Ibid.  Hlm. 236-237