
Dalam esai ini Wolfhart Pannenberg berusaha untuk menyanggah pandangan salah satu tokoh penganut Pluralisme Agama yaitu John Hick.1 Menurut Wolfhart Pannenberg apa yang diajarkan John Hick terkait paham Pluralisme itu jelas bertetangan dengan Alkitab. Sebab menurut Wolfhart Pannenberg, pandangan John Hick menjadikan agama Kristen itu sama seperti agama-agama yang ada didalam dunia sekarang ini. Dibawah ini akan dijelaskan analisa terhadap tanggapan Wolfhart Pannenberg terkait paham Pluralisme khususnya pendapat John Hick.
Latar Belakang Munculnya Paham Pluralisme
Sebelum Wolfhart Pannenberg berusaha mengkritisi pandangan kaum Pluralis khususnya pandangan John Hick, Wolfhart Pannenberg menjelaskan terlebih dahulu latar belakang munculnya Pluralisme Agama yang saat itu berkembang sangat pesat diantara agama-agama di dunia. Dimana setiap agama di dunia saat ini masuk dalam situasi pluralis dan perdebatan agama. Walaupun begitu sebenarnya Pluralisme itu muncul sudah lama. Menurut Wolfhart Pannenberg, Pluralisme sudah ada sejak zaman Perjanjian Lama dan terus berkembang sampai zaman sekarang ini2. Latar belakang yang melatar belakangi munculnya Pluralisme adalah :
- Situasi Agama yang Padat dan Seragam.
Sejak zaman Kerajaan Yunani, budaya Hellenisitik berkembang sangat pesat. Dan perkembangannya terus berlanjut sampai zaman Kerajaan Romawi. Hal ini menyebabkan adanya pertukaran budaya dan agama diantara bangsa-bangsa di lingkungan Kerajaan Romawi. Sehingga lahirlah budaya dan agama-agama yang baru dengan ajaran dan kebenaran yang berbeda-beda. Hal inilah yang menjadi salah satu faktor yang melatar belakangi lahirnya Pluralisme Agama. Oleh karena itu Wolfhart Pannenberg mengatakan sejak zaman dulu sebenarnya orang sudah hidup dalam kemajemukan agama dan budaya, dan Pluralisme Agama sebenarnya sudah terjadi.3
- Pengaruh Zaman Pencerahan.
Faktor lain yang melatar belakangi munculnya Pluralisme Agama yaitu pengaruh zaman Pencerahan abad ke-18. Dimana pada waktu itu kecenderungan untuk merelatifkan pengakuan iman dalam keyakinan orang percaya mulai terjadi. Dalam diskusi teologi Kristen, banyak teolog yang menantang dasar-dasar yang melandasi doktrin Kristen yang sudah dipegang berabad-abad. Para teolog mulai mempertanyakan Eksklusivisme doktrin Kekristenan. Inilah proses erosi keyakinan para teolog terhadap kebenaran iman Kristen. Para teolog itu berusaha merelatifkan iman Kristen dan menerima teologi yang Pluralistis.4
Dari penjelasan diatas jelas bahwa munculnya Pluralisme Agama di tengah-tengah masyarakat saat ini dilatar belakangi dengan adanya macam-macam agama yang berkembang. Dan adanya usaha untuk dialok antar agama-agama itu supaya dalam masyarakat yang majemuk ini umat beragama dapat hidup berdampingan.
Tanggapan Wolfhart Pannenberg Terhadap Pemikiran John Hick
John Hick merupakan salah satu tokoh yang menerima Pluralisme Agama sebagai posisi sistematis dalam teologi Kristen maupun dalam filsafat agama. Banyak pikiran-pikiran John Hick dijadikan dasar bagi penganut Pluralisme Agama. Dan dalam bagian ini pikiran-pikiran John Hick dikritisi oleh Wolfhart Pannenberg. Pikiran-pikiran John Hick yang dikritisi yaitu :
- Pandangan John Hick tentang Revolusi Copernikus.
Terkait dengan kedudukan Kekristenan diantara agama-agama di dunia. John Hick menjelaskan bahwa agama-agama dianggap sama seperti planet-planet yang mengelilingi satu kebenaran mutlak. Satu kebenaran mutlak itu adalah Allah. Oleh karena itu menurut John Hick, Allah adalah pusat dan semua agama manusia termasuk agama Kristen melayani dan berputar mengelilingi Dia. Ajaran ini dipengaruhi oleh Revolusi Copernikus. Copernikus menjelaskan bahwa matahari pusat segala sesuatu. Semua planet berputar mengelilingi matahari.5 Teori inilah yang dijadikan dasar John Hick merumuskan hubungan antara Allah dengan agama-agama di dunia. Wolfhart Pannenberg menolak pandangan ini. Wolfhart Pannenberg mengatakan
Tradisi Kristen menegaskan bahwa justru melalui Alkitab dan pasti melalui Yesus, Allah itu diperkenalkan kepada kita. Pernyataan ini tidak menyangkal bahwa ada pengetahuan yang samar-samar dan terbatas mengenai Allah dalam diri seluruh umat manusia. Tetapi bahwa kenyataan bahwa Allah yang satu inilah yang juga dikenal menurut cara-cara terbatas dinyatakan berdasarkan penyataanNya dalam Kristus Yesus.6
Bahkan Wolfhart Pannenberg malah balik ganti bertanya bagaimana kita dapat tahu bahwa para pemeluk agama lain berhubungan dan menyembah kepada Allah yang sama dengan yang kita sembah ? Jelas bahwa Wolfhart Pannenberg menentang paham John Hick.
Penulis setuju dengan pendapat Wolfhart Pannenberg diatas. Jelas bahwa teori Copernikus itu tidak benar sebab teori itu tidak sesuai dengan ajaran Alkitab. Dalam Alkitab dijelaskan bahwa Allah menyatakan diriNya melalui sarana – sarana penyataanNya. Dan puncak penyataannya yaitu melalui Yesus dan Alkitab. Sebenarnya pada saat menyamakan agama Kristen dengan agama-agama di dunia itu berimplikasi pada merelatifkan klaim-klaim kebenaran dalam Kekristenan. Dan akhirnya menganggap bahwa agama Kristen dan agama-agama lain itu sama. Hal itu menyebabkan keunikan-keunikan agama Kristen tidak ada lagi. Jelas itu tidak benar.
- John Hick menolak Eksklusivisme dan Inklusivisme Kristen.
John Hick menolak keterpusatan pada diri sendiri yang Ptolomeis atau yang belakangan ini disebut Eksklusivisme. John Hick mengkritik kaum Eksklusivisme yang mengajarkan bahwa tak ada keselamatan di luar gereja Kristen. John Hick mengatakan “sampai saat ini sebagian besar umat manusia yang hidup dan sudah mati telah hidup, entah sebelum Kristus atau diluar batas-batas dunia Kristen”. Ia mengajukan pertanyaan dapatkah kita menerima kesimpulan bahwa Allah Pengasih yang berupaya menyelamatkan seluruh umat manusia pada kenyataannya toh telah menetapkan bahwa manusia harus diselamatkan dengan cara sedemikian rupa sehingga hanya minoritas kecil saja yang pada kenyataannya dapat menerima keselamatan ini ?6 Dari penjelasan itu sepertinya John Hick ingin mengatakan bahwa keselamatan juga ada dalam agama-agama lain selain agama Kristen. Wolfhart Pannenberg menolak pandangan John Hick ini. Menurut Wolfhart Pannenberg dalam Alkitab khususnya dalam ajaran Yesus, Yesus mengharapkan berbagai orang dari segala bangsa ikut dalam masa depan Kerajaan Allah (Luk. 13: 29). Dalam perumpamaan Penghakiman Terakhir (Mat. 25:40) dijelaskan kelak semua orang akan menghadapi penghakiman Eskatologis. Dari perumpamaan itu menyiratkan Yesus dan pemberitaanNya adalah norma terakhir dalam menentukan apakah seorang diterima atau tersisih dari Kerajaan Allah.7 Jadi sesuai dengan pendapat Wolfhart Pannenberg diatas jelas bahwa keselamatan itu hanya ada dalam diri Yesus.
Penulis setuju dengan pendapat ini. Memang dalam kontek Pluralisme Agama, klaim bahwa keselamatan hanya ada dalam diri Yesus ini akan menyebabkan keberadaan Kekristenan sulit diterima dikalangan agama-agama sebab sepertinya Kristenan tidak mau kompromi. Namun sikap itu memang perlu diambil oleh orang percaya. Menurut penulis orang Kristen tidak boleh mengorbankan klaim Kekristenan hanya untuk supaya diterima dikalangan agama-agama yang ada. Orang Kristen tidak bisa merelatifkan klaim-klaim kebenaran hanya untuk bisa berdialok antar umat beragama. Orang Kristen harus memegang klaim-klaim kebenarannya dengan kuat. Dalam Alkitab dengan jelas bahwa keselamatan hanya ada dalam diri Yesus. Dalam Yohanes 14 :6, Yesus berkata “ Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku”. Selain itu dalam Kisah Rasul 4:12 dijelaskan “ Dan keselamatan tidak ada di dalam siapa pun juga selain didalam Dia, sebab dibawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan.” Dari ayat ayat itu jelas bahwa keselamatan hanya ada dalam diri Yesus dan diluar Yesus (Kekristenan) tidak ada keselamatan. Oleh karena itu penulis tidak setuju dengan paham Pluralisme agama.
Selain menolak Eksklusivisme, John Hick juga kurang puas terhadap pandangan Inklusivisme Kristen.. Menurut John Hick “semua agama di dunia sebagai sarana keselamatan yang sama-sama sahih.”8 Artinya keselamatan tidak hanya ada didalam Kekristenan tetapi juga ada di agama-agama lain sebab Kristus hadir juga dalam agama-agama lain. Hal ini kurang sesuai dengan pandangan kaum Inklusivisme. Dimana kaum Inklusivisme mengajarkan bahwa manusia dari semua budaya secara rohani dapat masuk kedalam kerajaan yang diberitakan Yesus, bahkan tanpa mengetahui apa-apa tentang Yesus.9 Jelas terjadi perbedaan pandangan antara John Hick dan kaum Inklusivisme. Pandangan John Hick diatas sebenarnya dilatar belakangi oleh teori inklusivis yang dicetuskan oleh Yustinus abad ke-2. Yustinus mengajarkan bahwa benih-benih Logos itu telah tersebar dimana-mana dalam sejarah manusia, namun Logos yang lengkap ada dalam diri Yesus. Dari pandangan ini John Hick mengambil pelajaran bahwa keselamatan juga ada di agama-agama lain sebab benih Logos itu sudah ada dalam agama mereka.10 Pendapat itu ditentang oleh Wolfhart Pannenberg. Menurut Wolfhart Pannenberg keselamatan hanya ada dalam Yesus. Dengan percaya Yesus maka orang diselamatkan. Dan Yesus itu hanya ada dalam agama Kristen. Oleh karena itu Wolfhart Pannenberg mengatakan tidak ada keselamatan di luar gereja.11
Berbicara tetang inklusivisme, penulis memang tidak setuju dengan pandangan John Hick yang menganut paham bahwa ada Yesus di agama-agama lain, sehingga keselamatan juga ada di agama lain. Menurut penulis Yesus itu hanya satu. Yaitu Yesus yang adalah Allah yang telah menjelma menjadi manusia (Yoh. 1:1-18). Yesus yang hidup di Nasaret, yang rela mati disalibkan untuk menebus manusia yang berdosa sesuai dengan apa yang dijelaskan oleh Kitab Suci. Yesus tidak pernah ada dalam agama-agama lain. Kalupun ada agama-agama lain mengklaim bahwa Yesus ada dalam agama mereka, menurut penulis itu bukan Yesus yang dijelaskan dalam Alkitab. Mungkin itu Yesus lain. Oleh karena itu penulis berkeyakinan bahwa keselamatan hanya ada dalam Kekristenan. Kekristenan mengajarkan dengan percaya Yesus orang diselamatkan. Dan Yesus yang menyelamatkan itu hanya ada dalam Kekristenan yaitu Yesus yang berasal dari Nasaret dan Yesus itu tidak pernah ada dalam agama lain.
- Pandangan John Hick terkait dengan Doktrin-Doktrin Kekristenan yang Pluralis.
Doktrin Kristen yang menjadi sorotan John Hick adalah doktrin Kristologi, khususnya terkait dengan ajaran tentang inskarnasi Kristus. John Hick sangat menghindari doktrin Kekristenan yang tradisional tentang inkarnasi Yesus, sebab jikalau John Hick mengakui inkarnasi Kristus maka ia mengakui keunikan agama Kristen. Oleh karena itu, terkait dengan ajaran tentang inkarnasi Kristus, John Hick lebih memilih ajaran-ajaran tentang inkarnasi secara selektif. Salah satu ajaran inkarnasi yang diterimanya yaitu ajaran Bultman dan beberapa tokoh lain yang mengajarkan bahwa inkarnasi Kristus itu adalah mitos.12 Dalam bagian ini dibedakan antara histories Kristus dan pengalaman para murid terkait dengan kehadiran Kristus. Menurut John Hick masalah inkarnasi itu merupakan peristiwa yang ada dalam pengalaman rohani para murid. Oleh karena itu inkarnasi kristus bukan peristiwa yang nyata namun peristiwa yanga ada dalam pengalaman rohani sehingga peristiwa itu bisa hanya mitos saja. Wolfhart Pannenberg menentang pendapat John Hick tersebut. Menurutnya kehadiran Allah dalam Kristus bukanlah pertama-tama masalah pengalaman Kristen, melainkan klaim Yesus sendiri. Dimana Yesus benar-benar hadir di dunia sebagai manusia untuk menyelamatkan manusia yang berdosa.13 Penulis setuju dengan pandangan Wolfhart Pannenberg. Menurut penulis kehadiran Kristus di dunia itu bukan mitos dan bukan peristiwa yang ada dalam pengalaman rohani para muridNya. Yesus itu benar-benar hadir dan hidup di dunia. Yesus benar-benar menjelma menjadi manusia dan hidup ditengah-tengah masyarakat di Israel. Yesus lahir, melayani dan akhirnya rela menderita dan mati diatas kayu salib untuk menanggung dosa manusia. Dan kehidupan dan pelayanan Yesus itu dijelaskan dengan sangat rinci di dalam Alkitab.
Selain doktrin Kristologi, doktin lain yang menjadi perdebatan terkait Pluralisme Agama adalah doktrin keselamatan. Kaum Pluralis beranggapan bahwa keselamatan dianggap mengacu pada “transformasi yang sungguh atas kehidupan manusia dari keterpusatan pada diri sendiri pada keterpusatan kepada realitas”. Oleh karena itu tidak ada alasan untuk menyangkal bahwa transformasi seperti itu terjadi dalam berbagai budaya dan dalam banyak bentuk pengalaman keagamaan yang autentik14. Konsep keselamatan John Hick ini sebenarnya didasarkan pada prinsip revolusi Copernikus yang sudah dijelaskan diatas. Pada intinya menurut John Hick keselamatan ada di setiap agama. Wolfhart Pannenberg menentang ajaran John Hick ini. Menurut Wolfhart Pannenber konsep keselamatan John Hick bukan konsep keselamatan dalam Perjanjian Baru. Wolfhart Pannenberg menjelaskan bahwa keselamatan itu hanya ada dalam diri Yesus (Yoh. 14:6, Kis. 4:12). Dalam aplikasinya dipahami dalam acuannya dengan penghakiman Eskatologi Allah dan pada partisipasi dalam persekutuan kerajaanNya.15 Hal ini berlaku bagi tradisi Kristus (Mark. 8:35, Luk. 13:23) dan Paulus. Terkait dengan hal itu John Hick sudah banyak mendapat kritik khususnya saat ia meremehkan bahwa agama-agama membuat klain kebenaran yang berbeda-beda. Dan John Hick sebenarnya tidak menyangkal adanya perbedaan itu tetapi akhirnya John Hick tetap pada pendiriannya bahwa “klaim-klaim kebenaran yang saling bertentangan memang terjadi tetapi bukan pada klaim-klaim keagamaan penting.”16 Menurut John Hick doktrin keselamatan itu sekunder, bukan sesuatu yang penting secara keagamaan. Satu-satunya yang penting adalah pengalaman keselamatan dalam perjumpaan dengan realitas mutlak.17 Menurut Wolfhart Pannenberg pandangan Hick itu tidak cocok dengan Alkitab. Wolfhart Pannenberg mengatakan John Hick tidak mempunyai dasar, istilah itu dalam Perjanjian Baru. Dalam Perjainan Baru pemberitaan Yesus itulah yang penting sebab dengan Injil orang diselamatkan.18 Jadi kebenaran itu tergantung pada pembuktian Allah dalam diri Yesus. Penulis setuju dengan pendapat Wolfhart Pannenberg. Menurut penulis yang terpenting itu bukan pengalaman orang diselamatkan tapi bagaimana orang diselamatkan. Oleh karena itu doktrin Soteriologi bukanlah doktrin sekunder. Doktrin Soteriologi itu sangat penting sebab dalam doktrin itu dijelaskan bagaimana orang diselamatkan. Dimana dalam Kekristenan keselamatan hanya ada dalam diri Yesus. Menurut penulis pengalaman keselamatan itu hanya terjadi saat orang itu percaya Yesus dan diselamatkan. Jadi kalau Yesus tidak menyelamatkan orang percaya maka pengalaman keselamatan itu tidak ada. Oleh karena itu pengalaman keselamatan bukanlah sesuatu yang terpenting, keselamatan dalam Yesuslah yang terpenting.
Kesimpulan
Pluralisme memang merupakan paham yang berkembang pesat di tengah-tengah masyarakat yang majemuk sekarang ini. Saat ini banyak teolog Kristen yang terseret di dalamnya. Akibatnya para teolog itu terpengaruh dengan paham Pluralis. Salah satu paham Pluralis yang utama yaitu merelatifkan klaim-klaim kebenaran yang dimiliki oleh setiap agama. Hal inilah yang menjadi keprihatian orang percaya. Sebab saat klaim-klaim kebenaran itu direlatifkan maka tidak ada perbedaan antar agama. Implikasinya keselamatan tidak hanya ada dalam Kristenan tetapi juga ada dalam agama-agama lain. Jelas itu bertentangan dengan Alkitab.
Kepustakaan
D’Costa. Gavin. Mempertimbangkan Kembali Keunikan Agama Kristen. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2002.
1 D’Costa Gavin. Mempertimbangkan Kembali Keunkan Agama Kristen. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2002. Hlm. 167
2 Ibid. Hlm. 168
3 Ibid. Hlm. 168.
4 Ibid. Hlm. 168.